Tag Archives: mischief
Ritual Consumption – Differenmization of ‘Belel’
Ini adalah cerita unik tentang ritual consumption yang dijadikan deferensiasi oleh sebuah merek denim local.
Jika suatu saat masuk ke
kamar perjaka anda dan menemukan celana jeans tergantung di balik
pintu dengan bau yang aduhai….jangan buru-buru melemparkannya ke dalam
mesin cuci. Periksa dulu bagian belakangnya. Apakah pantatnya mulai
belel dengan pola khas milik anak anda? Periksa juga, apakah di saku
kanan belakang terdapat jejak benang lurus yang tiba-tiba membentuk
grafik EKG pendek serupa huruf M pada sisi luar? Teliti lebih detil
dan pastikan, apakah tulisan yang menempel pada leather pack (lembaran kulit)di waistband sebelah kanan berbunyi “Mischief”.
Kalau benar, waspadalah. Lebih
baik berfikir seribu kali sebelum mencucinya tanpa seijin sang perjaka.
Percayalah, kenekadan anda bisa berbuah aksi pengucilan berbulan-bulan
oleh empunya bau.. eh celana apek itu..
Penasaran? Silakan membaca tulisan ini sampai selesai, ketimbang bertanya kepada sang perjaka ababil (abege labil).
Yakin, mulutnya tidak akan terbuka untuk alasan yang dia pikir orang
tua tidak bakal memahaminya. Kecuali jika anda bersedia mengganti denim
biru tua yang sudah telanjur masuk ke dalam mesin cuci itu dengan
Mischief baru. Dan jangan kaget… harga jeans local itu setara dengan
Levi’s dalam lemari yang anda bangga-banggakan sejak muda.
“Uniknya raw atau dry denim adalah memudarnya warna dye-nya seiring dengan frekuensi pemakaian. Efek pemudaran natural inilah yang menjadi daya tarik aficionado,” itu keterangan awal yang kami kutip dari blog http://www.darahkubiru.com/faq/. Sebuah laman tempat berkumpulnya komunitas pecinta denim yang menamakan diri mereka aficionado.
Penjelasan selanjutnya
datang dari Christian, pemilik brand Mischief yang kami temui di
tokonya, Jl. Trunojoyo Bandung. “Mischief adalah merek yang kami
pertahankan sebagai dry denim sejak launching tahun 2006. Dan kami yakin, karena konsistensi inilah Mischief selalu dicari.”
Mengutip kembali darahkubiru.com, raw/dry raw/dry
denim adalah bahan denim yang belum mendapatkan perlakuan lanjutan.
Jadi denim yang baru selesai dibuat langsung dijual. Bahan ‘raw’ ini bisa ditandai dari kekerasan bahan dan warna yang lebih gelap. Agar lebih jelas, vendor jeans biasanya memberikan info lebih lanjut mengenai raw atau tidaknya produk mereka.
Berbeda dengan denim ‘prewahsed’ yang efek memudarnya telah dibuat secara artificial dengan mesin-mesin dan bahan kimia, raw denim akan membentuk efek pemudaran sesuai dengan bentuk tubuh dan aktifitas pemakai. Untuk memfasilitasi proses ini, biasanya raw denim jarang dicuci (umumnya baru dicuci minimal setelah enam bulan pemakaian efektif *tutup hidung *). Denim raw dengan pola-pola belel (fade) yang terbentuk khas untuk masing-masing pemakai inilah yang sekarang digandrungi anak-anak muda pecinta denim.
Cobalah simak dalam forum darahkubiru.com. Mereka saling berbagi treatment tips untuk mendapatkan efek fade
yang diinginkan. Ada yang menganjurkan pemakaian terus-menerus, 24 jam
sehari, 7 hari seminggu, sampai waktu berbulan-bulan. Ada yang usul
untuk sering-sering dipakai ketika olah raga karena yakin keringat yang
menempel akan memberikan efek belel lebih cepat. Sampai-sampai ada yang
mengaku melakukan fitness dan sauna dengan tetap bercelana jeans *tuiing *. Dan dengan gagah mereka menulis slogan, “Raw denim just a like a blank canvas and you will make it beautiful cause you’re the artist .”
Begitu sohornya tren ini, para aficionado seringkali mengadakan kontes belel terkeren. Dalam pameran Wall of Fades yang diselenggarakan tahunan oleh Indigo (Indonesia Denim Group), biasanya dipamerkan puluhan jeans kategori faded yet unwashed denim.
Mungkin tidak masuk akal di benak orang tua seperti anda. Tapi
percayalah, di dinding pameran itu tergantung puluhan jeans dalam
kondisi belel parah atau bahkan nyaris hancur dan dikerumuni puluhan
anak muda yang menatap seraya terkagum-kagum. Mereka tekun menyimak
informasi seputar sejarah pemakaian yang disanding di setiap sisi sisi
jeans kumal tersebut.
Banyak kisah aneh
tentang celana yang tidak pernah dicuci selama sekian tahun oleh
pemiliknya. Namun yang mendapatkan pujian paling banyak adalah sebuah
jeans Skull 5507 6X6 yang pernah mengikuti perjalanan non stop selama 10
hari di Bromo, dipakai menukang di Singapura, terkena abu vulkanik
Merapi, serta pernah menemani pemiliknya ke pelosok Muntilan untuk
menyalurkan bantuan dari Indigo. “Dan hasil kerja keras tersebut berbuah
sebuah jeans keren, salah satu favorit kami di WOF 2010. Salut,” begitu
pujian dalam reportase darahbiru.com.
Secara umum, seperti
pernah ditulis Indigo, geliat denim local beberapa tahun terakhir
sangat bagus, yang ditandai dengan munculnya cukup banyak brand local
menawarkan raw denim. Untuk merek local, Mischied disebut sebagai dry denim yang membuat para aficianado bersedia menjadikannya alternative, bahkan pilihan utama.
Menurut Christian, kepercayaan tersebut bisa jadi karena di antara pionir dry denim local seangkatannya, Mischief satu-satunya yang masih konsisten tidak merambah ke wash denim. Bahkan Levi’s yang legendaries pun, sudah merambah ke kategori wash, setidaknya warm wash atau stone wash.
Aspirasi Nakal Kaum Muda
Enam tahun lalu, Mischief keluar
perdana sebagai produk ‘iseng-iseng’ Christian dengan seorang temannya
bernama Andi. Merek ini dibanderol awal pada harga Rp200 ribuan. Karena
belum memiliki workshop sendiri, mereka memakai sistem makloon untuk proses produksi. Saat itu penampilan dry denim yang tebal seperti terpal masih dianggap aneh di Indonesia, kendati di luar malah biasa.
Dengan cutting
yang cocok untuk pasar anak muda, Mischief langsung menarik perhatian
penggemar denim kelas atas yang sebelumnya hanya loyal terhadap brand luar.
“Jeans lokal pertama yang dimiliki anak-anak komunitas denim yang suka
nongkrong di Kaskus atau darah biru adalah Mischief,” ucapan Christian
terdengar bangga dengan nadanya yang cool. Anak muda sudah menjadi
kolektor jeans sejak abege.
Terdengar dan terbaca dari mereknya, Mischief (kenakalan-red) diharapkan mampu mewakili pergerakan anak muda, youth culture serta musik, dan jika dilihat dari model-modelnya sangat berhubungan dengan budaya jalanan (street wear).
Potongannya yang sederhana justru telihat berseni dan enak dipandang
ketika menempel ketat sepanjang tungkai anak muda yang selalu bergerak.
Ciri khas mereka adalah arcuates (garis lengkung) di kantong belakang celana.
“Bagi kami celana jeans bukan
sekadar itu. Ini lebih seperti sikap dan keseharian tentang apa yang
akan dan telah anda lakukan,” demikian ‘isme’ yang mereka pasang dalam
info di akun facebook .
Bergerilya melalui forum-forum online terbatas
semacam Kaskus dan Darahbiru, Mischief pelan-pelan menemukan penggemar
loyal. Apalagi ketika competitor seangkatannya tumbang satu per satu
atau beralih ke wash denim lantaran pasar yang belum teredukasi cenderung memilih produk wash. Para penggemar denim ini sering mengelompok dalam thread tersendiri di Kaskus, dan kemudian menciptakan lingkungan social networking sendiri.
Mischief Denim Division mulai naik daun ketika tiga tahun lalu tren dry denim boom di tataran global dan kemudian menular ke Indonesia. Saat itu, raw denim dan Americana workwear
ramai-ramai dimunculkan kembali oleh brand-brand local kompetitor
Mischief. Christian mengaku tidak gentar dengan kepungan kompetitor
dan justru merasa diuntungkan karena title pioner telah memosisikan
mereka sebagai pilihan pertama. Bahkan proses edukasi yang terjadi
selanjutnya, membuat rentang konsumen mereka melebar.
Untuk
menguatkan deferensiasi dari kompetitor, ia malah menaikan harga secara
bertahap. Strategi ini sekaligus dimaksudkan untuk menaikkan equitas
merek, agar Mischief tidak dipersepsi sebagai produk murahan.
2010 Christian memberanikan diri membuka toko offline
khusus Mischief di Jalan Trunojoyo (Bandung) setelah ikut dalam
pameran Indigo. Dalam waktu tidak terlalu lama, penjualan mereka melesat
tiga kali lipat dibandingkan saat produknya dipajang bersama-sama
dengan produk lain.
Christian mengakui online
store memang lebih efektif saat diperlukan sebagai alat untuk
mempengaruhi konsumen. Namun untuk membuktikan klaim tersebut, target
tetap butuh melihat ke offline store karena mereka bisa mencoba sebelum memutuskan pembelian. Dan yang tidak disangka, konsumen offline store juga berlaku menjadi agen word of mouth beberapa bulan sesudahnya.
Biasanya itu terjadi setelah proses pem-belel-an jeans mereka dirasa
cukup keren untuk difoto sebagai modal ‘narsis’ sang pengguna di antara
teman-teman virtualnya.
Menyadari kekuatan online store untuk mempengaruhi konsumen, dua tahun terakhir Mischief rutin menggelar ‘kontes belel’ di online store. Satu kali kontes bisa diikuiti 100 peserta. Lima belel terkeren biasanya diberi reward produk.
Melalui proses seperti itu, Chris mengaku tokonya memiliki cukup banyak return customer. Namun ia mengaku tidak terlalu berambisi melakukan ekspansi. Alasannya, tidak semua workshop mampu melakukan detailing produksi sesempurna yang ia inginkan karena dibutuhkan spesifikasi mesin khusus. “Kalau asal makloon,
kualitas produk akan turun,” tegasnya. Kecuali toko awal di Trunojoyo,
saat ini mereka hanya memiliki satu cabang di Tebet, Jakarta.
………………..Apa yang dilakukan Mischief, diistilahkan Istijanto Oei, pengajar dari Prasetya Mulya Business School, sebagai laku differenmization –yakni gabungan differentiation dari produsen dan customization yang dibuat konsumen. Arti gampangnya, produsen menawarkan raw denim dan konsumen dilibatkan untuk membuat diferensiasi lanjutan (efek dye) sesuai keinginannya.
Istilah lain yang sejenis adalah co-creation. Keunikan yang biasa terjadi pada co-creation
adalah keterlibatan konsumen bukan pada produksinya namun pada
pemakaiannya. Itu sebabnya cara memakai akan menghasilkan jeans berbeda
untuk masing-masing orang, yang nantinya bisa menjadi identitas merek.
Setiap pelanggan mengonsumsi merek sesuai selera, yang bisa menjadi
kebanggaan karena berbeda dengan konsumen lain. Taktik ini sangat kena
untuk produk fesyen karena secara perilaku, masing-masing konsumen
ingin memiliki gaya yang berbeda serta tidak suka disamakan. Itulah
sebabnya, eksklusivitas selalu menjadi kunci pemasaran produk fesyen.
Pelajaran yang bisa dipetik untuk para marketer di sini adalah bagaimana menerapkan konsep differenmization di kategori yang mereka tangani masing-masing. Silakan menemukan peluang baru untuk produk yang bisa diciptakan dari differenmization.
https://nururbintari.wordpress.com/tag/mischief/
#UNJANI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar