Kamis, 12 Mei 2016

Local Brand Invictus

@Dixxieland Membuka Rahasia Sukses Invictus

Posted by & filed under Featured, Interview.
dicky

Editor’s note : Minggu lalu redaksi Startupbisnis diping oleh Dicky Sukmana yang menanyakan apakah launch Amudra bisa dijadikan berita untuk Startupbisnis.com. Artikel Amudra sudah kami publish, tetapi sebenarnya kang Dicky bukan cuma cofounder Amudra. Kang Dicky memilih sejarah bisnis panjang. Sejak SMP berjualan kaos, sejak 2003 membuat brand Invictus, salah satu brand streetwear top di Bandung, Founder Kickfest, Founder Suave Magz, Founder Infobandung dan sejak 2009 bergabung dengan Marketbiz sebagai creative director.

Antara tahun 1999-2002 saya membuat warnet dan design company kecil-kecilan, tahun 2002 warnet saya bangkrut karena harus bersaing dengan game centre yang punya puluhan komputer sedangkan warnet saya cuma 8. Saat menutup warnet saya berjanji bahwa suatu hari saya akan kembali ke dunia internet lagi. Tahun 2006 saya teringat janji saya dulu, lalu ambil semua kursus yang bisa saya temukan tentang internet marketing kemudian saya bertemu mas Riyeke di Nasional Bootcamp, merasa cocok dengan anak-anak Nasional Bootcamp dan kemudian bergabung di Marketbiz.


bandung_fesyen_invictus_store

Invictus.co.id |  Twitter : Invictusnews
Invictus memiliki 2 outlet sendiri di Jakarta dan Bandung, sedangkan authorized dealer ada 7, wholesale distributor/reseller sebanyak 6-7.
Brand Invictus mulai berdiri tahun 2003, sebelumnya Dicky menjual tanpa brand. Sekitar tahun 201-2011 sejak Twitter booming di Indonesia, omzet Invictus juga ikut menukik tajam ke atas. Invictus sebenarnya adalah brand, not just a fashion.
Misalnya perusahaan kaos dengan merk ABC buat baju dengan logo Manchester United atau Kaskus, orang akan beli  bukan karena merk baju itu yang ABC, tetapi karena konten MU atau Kaskusnya yang mana umur MU dan Kaskus sendiri sudah tua sekali.
Yang diperjuangkan oleh Invictus sebenarnya brand-nya, makanya membutuhkan waktu yang cukup lama, sejak 2003 untuk melakukan penetrasi merk dan melakukan edukasi market.
Dulu online hanya kita pakai sebagai katalog ke wholeseller, kami dulu buat website tidak mengejar B2C, kalau jaman dulu harus kirim CD ke luar pulau, karena  kirim email juga berat, pemesanan pun juga lewat fax, sejak tahun 2011 baru difungsikan sebagai channel B2C.

Rahasia Penjualan Invictus
Kenapa orang membeli Invictus ?
Rahasianya adalah emotional content. Kalau saya membuat barang, saya tidak mengharapkan semua orang membeli, tetapi saya masuk ke niche.
Saat Invictus lahir, tampilan desain kami lebih sederhana. Tahun 2003 streetwear di Bandung mulai rame, brand-brand lain bisa dibilang desainnya “rame” penuh artwork, sedangkan Invictus tampil sederhana dengan desain clean, malah tidak ada gambarnya dan polos-polos saja.
Positioning produk Invictus adalah “ABG lewat, dewasa belum” mungkin di luar negeri namanya “Young adult”, kami tidak konsen ke anak SMP/SMA, mungkin lebih ke anak kuliah ke atas. Konsep kami basic, simple.

senin jumat

photo(1)
Kalau dilihat perkembangan brand streetwear di Bandung, ada brand yang tiba-tiba meledak terus tiba-tiba hilang, kalau Invictus bisa dibilang “sedang-sedang saja” tetapi long lasting. Ketika brand lain merasa sepi, kami sih biasa saja, tidak mengalami penurunan, kalau brand lain dapat spike lonjakan ke atas, kami juga biasa saja, kenaikannya biasa saja, kami cenderung stabil.
Kami tidak ingin jadi dinosaurus, besar, kuat, tetapi punah oleh waktu, saya maunya jadi burung elang, tidak besar-besar amat tetapi long lasting.
Sebenarnya dagang itu kan gambling, menebak barang laku atau tidak itu susah, kalau kami cenderung mem-planning, bahkan last year season pun masih bisa kami jual, karena “gitu-gitu aja” Mungkin karena kami tidak menjual barang trendy, tetapi lebih ke kebutuhan niche, kami juga rutin membuat desain yang berseri.
City series misalnya baju dengan desain anekdot lokal seperti “Sundanese” kalau kamu bukan anak Sunda, kamu tidak akan beli, tetapi saya percaya pasti ada yang beli. Desain ini mengandung personafikasi dari sebuah segmen market.
Pernah juga membuat seri “Me, Myself dan Invictus” yang hasil desainnya berupa kata sifat orang, seperti kaos orang pemarah. Kalau kamu pemarah kamu tentu akan beli kaos pemarah. Kalau kamu malas akan beli kaos desain pemalas.
Memang mentarget banyak niche. Tidak usah buat produk yang semua orang harus beli “if you want everybody happy, nobody will be happy”  Tipsnya adalah konsistensi untuk membangun brand.
Kalau saya agak gatel sedikit, liat brand lain buat desain tengkorak lalu jualannya ramai, kalau saya ikut-ikutan, karakter brand saya akan rusak. Akhirnya saya tidak akan punya fans yang loyal. Walaupun mengikuti trend kamu harus punya core yang menjadi benang merah karaktermu brandmu sendiri. Pernah sih saya coba mengetes ikut-ikutan market yang ramai tetapi fans kami malah nanya “kok jadi gitu sih?” akhirnya tidak jadi kami lakukan.
Kami juga mensupport banyak komunitas seperti komunitas Makko (Komik di Bandung), akun-akun Twitter yang punya basis massa. Kami buatkan desain, mereka yang jualan, fans mereka juga believe dengan brand-nya, Invictus butuh fans based nya.
Kami memang banyak melakukan engagement seperti ini dibanding mengikuti trend mainstream.
258_29013427080_2239_n Invictus tidak menggiatkan penjualan online, karena .. 
Untuk Invictus kami tidak menggunakan Adwords, hanya Facebook ads. Sedangkan untuk Amudra sedang kami setting.
Kenapa tidak pakai adwords ? Invictus tidak kami push jualan onlinenya karena kami sudah punya distributor di luar kota yang menjual dengan up price, jika kita jual online dengan harga lebih rendah, kami akan jadi kompetitor dari distributor luar kota kami.  Kami menjaga infrastruktur yang sudah kami bangun sejak 2003.
Kalau kita lihat Mobile appsnya Zara atau Mango juga tidak bisa membeli, lebih diarahkan untuk store locator. Mungkin karena mereka berangkat dari offline, juga ada dealing dengan distribution channel mereka.

Amudra.com
Amudra.com kami buat karena memang background kami yang sudah panjang di streetwear industry, 5 tahun belakangan saya juga banyak di digital, ya sudah kita kawinkan saja, saya juga melihat adanya kebutuhan distribution channel baru dan juga kebutuhan berkolaborasi dengan sesama brand lokal untuk membendung dana besar yang dimiliki brand luar, komunitasnya sudah ada, ya ini saat yang tepat untuk Amudra muncul dan mensinergikan yang sudah ada.
Pengembangan ke depan akan membuat affiliate based reseller. Kemungkinan bentuknya nanti banner affiliate.

Jualan dengan endorsement di televisi atau menitipkan ke band
Kalau dulu it works, sekitar tahun 2003-2008 bisa jalan, mereka (band dan tv) butuh wardrobe, jadinya kami simbiosis mutualisme, namun ada masa di mana ada oknum-oknum yang mulai bermain uang, istilahnya mereka membayar ke TV lalu mengirim barang sekarung. Sekarang mereka tidak butuh kita lagi karena udah ada orang yang membayar mereka. Kadang brand besar kalau ditawari “mau tidak pakai baju kita?” dijawabnya malah “vokalisnya sekian, bassis sekian … “
Memang untuk pebisnis melihat ini cara promosi yang bagus dan bakal membayar, tetapi waktu dulu kita lahir, rootsnya bukan itu, generasi kami rata-rata bukan pedagang, tetapi desainer, anak band yang sebagian besar dari sisi user.
Ujung-ujungnya kalau mereka suka ya mereka akan pakai kaos kita. Pernah juga kita melihat band di TV pakai kaos dari kita 2 tahun lalu, waktu kita lihat itu ya kita telpon bandnya untuk berikan kaos baru.

Community based, bukan idol based
Trend sekarang lebih ke community based, bukan idol based lagi. Community based lebih ke hobi, interest atau profesi. Saya buat kaos yang ngerti Cuma programmer atau desainer, dengan istilah-istilah yang tidak dimengerti orang awam. Misal kaos “Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit” yang bukan programmer tidak akan mengerti. Orang lihat di toko pun bilang “ini barang jelek banget sih?” tetapi yang mengerti akan appreciate ini.
Karena karakter kami yang mensupport community based, kalau di event pun juga kami support yang sifatnya community based, waktu geekfest, saya juga support jual kaos disitu, yang lain jualan IT saya jualan kaos sendirian dengan tema-tema geek.

Dicky Sukmana kickfest-2012-musik

kickfest1

Kickfest (Kickfest.com)
Kickfest diadakan setahun 3x di kota yang berbeda, saya juga salah satu pendiri Kickfest yang didirikan di tahun 2006.
Kenapa kita buat Kikfest ? Karena kami para pemain lokal di Bandung masih kecil-kecil hitungannya di Industri, kita perlu bersatu untuk buat bom supaya suaranya terdengar.
Kita buat nama asosiasinya KICK kepanjangannya Kreative Independent Clothing Kommunity.
Secara muluk-muluk, visi Kickfest adalah menularkan virus untuk memerdekakan merk lokal, kami saat ini masih dalam tahap perjuangan revolusi. Sampai saat ini cukup berhasil untuk meng-influence dan menstimulus anak muda di berbagai kota seperti Jogja, Malang sampai muncullah brand-brand lokal di Jogja dan Malang, anak muda mendapatkan stimulus “oh ternyata industri clothing rame juga ya ?” Jadinya industri clothing yang dulunya kita buat iseng-iseng sudah jadi serius dan jadi makro karena sudah ada orang buat percetakan hanya untuk industri kita, ada yang buat software hanya untuk industri ini saja, perusahaan plastik hanya untuk memenuhi shopping bag komunitas clothing. Sudah jadi industri yang infrastrukturnya terbentuk.
Pernah suatu saat kita bilang kita tidak mau produksi dulu, ternyata banyak vendor, tukang sablon misalnya, berteriak. Ternyata kalau kita berhenti produksi, banyak orang yang akan berhenti bernafas tanpa kita sadari. Sehingga kita melihat industri ini perlu didukung dan juga menjadi latar belakang berdirinya Amudra untuk menularkan hal yang baik di industri clothing.
Kalau ada brand baru dari Jogja, kami juga dukung, teman-teman di komunitas tidak ada sikut-sikutan dan saling sadar bahwa kita itu bukan siapa-siapa, tidak bisa apa-apa kalau tidak bareng-bareng, kalau bareng-bareng kan orang melihat dan mendengar dan mulai tahu “oh ternyata ini brand lokal, brand lokal apa saja sih ? oh ternyata brand yang ini konsepnya begini” karena tiap brand beda-beda dan punya market sendiri. Di Malang awal diadakan Kickfest brand lokal Cuma dua, tiap tahun nambah 2, sekarang sudah menjadi raja dan tuan rumah di kotanya sendiri.
Di Kickfest kan kalau dilihat dari atas bisa dilihat booth mana yang penuh terus, rata-rata brand lokal sudah muncul menjadi top of mind di kota masing-masing.
kickfest Engagement Kickfest dengan Komunitas Lokal
Di Bandung kan banyak komunitas kecil, seperti komunitas BMX, skateboard,  mereka tidak pernah punya tempat show off, mereka hanya berlatih di komunitas mereka sendiri. Padahal mereka punya perasaan ingin eksis, nah oleh Kickfest diberikan wadah, kami berikan ram dan tempat mereka bermain sepanjang hari. Mereka happy karena selama ini bermain untuk dirinya dan sekarang bisa bermain untuk orang lain, sehingga tumbuh industri juga, skateboarder juga bisa jadi profesi, ada beberapa brand yang mensupport skateboarder, diberikan gaji dan menjadi brand ambassador.

Infobandung
Dicky Sukmana juga owner dari akun twitter Infobandung yang didirikan 2009 untuk iseng.
Saya melihat orang Bandung mudah distimulus oleh hal yang berbau kotanya. Kota yang memiliki sense of ethnicity-nya kental, istilahnya orang Bandung kalau lahir langsung jadi Bobotoh, kalau orang Jakarta kalau lahir belum tentu jadi The Jak.
Saat itu saya lihat orang Bandung belum punya media atau sarana untuk bertukar informasi, ya sudah saya buat saja. Awalnya saya men-search keyword-keyword yang ada di Bandung seperti Dago, Kopo, nama-nama restoran yang ada di Bandung, kemudian saya reply atau jawab mereka, saya re-tweet, akhirnya orang-orang pada follow, tak lama kemudian setiap kota membuatnya. Kalau ditelusuri mungkin Infobandung adalah info kota yang pertama, awalnya tidak pernah memprediksi untuk bisa menjadi media.
Jujur saja, semua bisnis yang saya tekuni sekarang awalnya dari iseng, saya bahkan tidak pernah membuat business plan, entah jelek atau bagus.
Mungkin beberapa orang akan bilang ngaco. Tetapi so far untuk saya, setiap buat business plan malah bangkrut. Buat restoran burger “Patrick”, bangkrut. Buat majalah Suave, bangkrut – walau sempat jaya 7 tahun.
 Suave
Majalah Suave ini adalah majalah distro. Distro belum bisa dibilang distro kalau belum ada majalah Suave di dalamnya atau belum masuk majalah Suave. Brandmu belum jadi brand kalau belum masuk Suave.
Majalah Suave ditutup karena ada industry crisis dan karena memang eranya sekarang berubah dari cetak ke digital. Tahun 2010an industry baju di Bandung terkena krisis karena supply bahan tidak ada, Laos dan Kamboja sering banjir, sedangkan produksi kapas di sana, sedangkan kapas Indonesia dibeli oleh China, kapas langka, harga bahan baku naik, orang-orang juga tidak ada yang mengiklan, salah saya di Suave adalah marketnya Suave – pengisi iklan cuma dari 1 industri, begitu industri hancur, semuanya kena, akhirnya Suave saya jual ke orang lain setelah sempat terbit 80 edisi.
#UNJANI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar